UU Cipta Kerja Memudahkan Pelaku UMKM
Oleh : Astrid Julian )*
UU Cipta Kerja adalah peraturan sapu jagat yang dapat meringkas regulasi di Indonesia. Peraturan tersebut juga memiliki klaster Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang berpihak kepada pengusaha kecil agar dapat terus mengembangkan usahanya.
Pandemi membuat telah keadaan ekonomi terguncang dan golongan yang paling kena efeknya adalah pedagang kecil atau UMKM (usaha, mikro, kecil dan menengah). Daya beli masyarakat menurun sehingga pendapatan mereka menipis. Pemerintah berusaha membantu pelaku UMKM agar tidak gulung tikar dengan meresmikan UU Cipta Kerja.
Dalam UU Cipta Kerja terdapat klaster UMKM yang akan memudahkan bisnis bagi pedagang kecil. Pengurusan izin usaha makin mudah dan sistemnya online via online single submission. Selain itu, pengusaha UMKM hanya butuh legalitas berupa NIB (Nomor Izin Berusaha) sehingga tidak usah mengurus izin HO yang relatif lebih mahal. Dengan NIB maka para pedagang kecil lebih mudah mendapat kepercayaan kredit dari Bank.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Teten Masduki, menyatakan bahwa UU Cipta Kerja mendukung penguatan UMKM melalui ekonomi digital. Caranya melalui program pendampingan inkubasi maupun digitalisasi UMKM. Akhirnya pengusaha UMKM akan mengakses pasar nasional dan internasional.
Dalam artian, UMKM didorong untuk memasuki ranah digital karena peluangnya amat luas. Jangkauan pasarnya tidak hanya di kota sendiri tetapi di seluruh Indonesia, bahkan seluruh dunia. Dengan marketing online maka akan mendapatkan lebih banyak pembeli karena pasar di dunia maya bisa diakses netizen dari luar negeri, dan pendapatannya tentu lebih besar karena customer-nya lebih banyak.
Digitalisasi memang didorong di masa pandemi karena ada perubahan tren dalam berbelanja. Masyarakat tidak lagi membeli ke toko konvensional, tetapi memilih untuk belanja online karena praktis, tinggal buka gadget lalu barang diantar ke rumah. Pelaku UMKM pun didorong untuk bermigrasi ke digital agar lebih dapat mampu menjangkau pasar potensial.
Untuk mengajari UMKM go digital maka caranya dengan metode inkubasi, yakni pendampingan dan pendanaan. Pemerintah memberi anggaran khusus yang disalurkan tetapi bukan dalam bentuk bantuan sosial (bansos). Namun pendanaan bekerja sama dengan pihak ketiga yaitu perusahaan Start Up yang memberikan pinjaman dana.
Jika pendanaan berupa pinjaman maka pelaku UMKM akan bertanggungjawab untuk mengembalikannya. Beda dengan Bansos yang bisa saja sekali habis karena digunakan untuk keperluan pribadi, bukannya untuk menambah modal dagang. Pemerintah memberi kail, bukan ikan, sehingga kemudahan pinjaman akan membuat pengusaha UMKM terus berusaha agar bisnisnya maju.
Setelah pengusaha UMKM mendapatkan bantuan pendanaan maka pemerintah juga memberi pendampingan agar mereka paham bagaimana caranya go digital. Pendampingan melalui pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Dinas Koperasi dan UKM. Dalam pendampingan ini maka akan dibahas bagaimana memanfaatkan internet sebagai wahana berdagang dan cara-cara beriklan agar mendapatkan banyak customer.
Selama ini masih ada pengusaha UMKM yang mengira bahwa internet hanya digunakan untuk menonton video atau membuat status. Padahal platform video bisa juga meningkatkan brand awareness dan media sosial membantu perolehan banyak calon pembeli. Dengan pendampingan maka para pelaku UMKM paham bagaimana cara beriklan di Facebook, Instagram, dan platform media sosial lainnya.
Implementasi UU Cipta Kerja memudahkan para pelaku UMKM dalam menjalankan usahanya, karena ada pendampingan dari pemerintah. Dengan adanya perhatian Pemerintah tersebut, UMKM diharapkan dapat lebih berdaya dan mampu menyerap tenaga kerja lebih besar.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini