Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Guru Besar Undip Paparkan Urgensi KUHP Baru Dalam Acara Sosialisasi MAHUPIKI

Padang, Sumatera Barat - Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) menggelar acara sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang berlokasi di Santika Premier Hotel. Sumatera Barat, Padang, pada Rabu (11/1/2023).

Bertindak sebagai narasumber, Guru besar Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Benny Riyanto  menjelaskan bahwa KUHP baru atau nasional memiliki beberapa perubahan terutama pada jumlah buku dimana KUHP baru merupakan simplifikasi dari KUHP WvS.

"di dalam KUHP WvS itu ada tiga buku, buku I mengenai ketentuan umum, buku II tentang kejahatan, dan buku III tentang pelanggaran. Namun, dengan KUHP baru kita ini dilakukan suatu simplifikasi sehingga yang kejahatan dan pelanggaran itu dijadikan satu menjadi buku II yang dinamakan tindak pidana" jelasnya.

Prof Benny juga menjelaskan bahwa KUHP baru ini memiliki jumlah pasal yang lebih banyak dari WvS namun, banyaknya pasal itu terdapat pada buku 1 KUHP mengenai ketentuan umum bukan pada tindak pidananya.

Ia menambahkan bahwa buku II KUHP baru mengenai tindak pidana memiliki jumalah pasal yang lebih sedikit dari buku II dan buku III KUHP WvS.

“sehingga tidak benar kalau dikatakan bahwa KUHP baru kita ini mengatur telalu banyak perbuatan yang dijadikan suatu tindak pidana,” Kata Prof Benny Riyanto.

Prof Benny mengungkapkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru sudah mengikuti pergeseran paradigma hukum pidana.

“perkembangan hukum pidana nasional maupun international itu terjadi pergeseran paradigma keadialn, yang dulunya itu keadilan yang dicari adalah keadilan retributive atau keadilan balas dendam, namun pergeseran itu menjadi yang dicari keadilan korektif bagi pelaku, restorative bagi korban, dan rehabilitatif bagi korban maupun pelaku” ujar Prof. Benny.

Sementara itu, Ketua MAHUPIKI Yenti Ganarsih menjelaskan KUHP baru mempertimbangkan asas keseimbangan hingga rekodifikasi hukum pidana yang terbuka dan terbatas.

“hukum pidana itu adalah untuk perlindungan atau untuk melakukan perlindungan terhadap negara, masyarakat, dan individu,” ujar Dr Yenti.

“rekodifikasi hukum pidana yang terbuka dan terbatas ini adalah relevan dengan pertumbuhan hukum pidana di luar KUHP,” lanjutnya.

Pada kesempatan yang sama, Guru besar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Prof Harkristuti Harkrisnowo SH, MA, PhD, yang juga menjadi anggota tim perumus KUHP baru, menyampaikan beberapa isu krusial yang terdapat dalam KUHP baru.

Salah satu isu actual yang mendapat banyak perhatian masyarakat adalah mengenai aborsi, dimana menurutnya pasal aborsi ini masih diperlukan.

“aborsi yang diatur dalam KUHP sekarang pasal 346 sampai 349 itu merupakan suati delik yang berasal dari jaman belanda, dan kami menganggap ini masih perlu walaupun kemudian kemi meletakan adanya pengecualian,” ujarnya.

Aborsi diperbolehkan dengan pengecualian yakni adanya indikasi kedaruratan medis atau Si perempuan merupakan korban perkosaan atau kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan dengan usia kehamilan tidak lebih dari 14 minggu.

Penetapan KUHP nasional merupakan sebuah langkah yang sangat besar, karena menjadi tonggak momen bersejarah dan juga sangat patut untuk dibanggakan oleh semua pihak lantaran akan membawa reformasi hukum pidana di Indonesia.