Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Indonesia Dorong Proliferasi Nuklir di Rangkaian KTT ASEAN

Oleh : Mika Putri Larasati )*

Senjata Nuklir merupakan ancaman keamanan yang tidak bisa disepelekan. Apalagi dampak daripada nuklir mampu merusak lingkungan. Oleh karena itu, Indonesia merasa tidak aman dengan adanya senjata nuklir di kawasan sekitar.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam sambutannya dalam forum pertemuan Komisi Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ). Dalam forum tersebut hadir pula delegasi dari Timor Leste Bendito dos Santos Freitas, di mana baginya menjadi forum pertemuan ASEAN pertama.

Dalam kesempatan tersebut, Retno mengatakan bahwa risiko penggunaan senjaga nuklir saat ini lebih tinggi daripada kapanpun dalam sejarah baru-baru ini. Dirinya juga mengaskan bahwa pihaknya terus mendengar peringatan tentang kemungkinan penggunaan senjaga nuklir.

Diplomat Indonesia tersebut menuturkan bahwa Indonesia melihat kekuatan nuklir tetap menjadi suatu senjata yang mengerikan dan mematikan.

Menurutnya tidak ada senjata yang lebih kuat dan merusak daripada senjata nuklir dan dengan senjata nuklir hanya dengan berjarak satu kesalahan perhitungan dari apocalypse dan bencana global.

Menlu Retno menambahkan, pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di kawasan adalah prioritas bersama. Ini merupakan landasan untuk mengubah kawasan ini menjadi Epicentrum of Growth. Oleh karena itu sudah semestinya Asia Tenggara dijaga sebagai kawasan bebas senjata nuklir. Apalagi SEANWFZ telah berkontribusi pada upaya pelucutan senjata nuklir global. Namun setelah 25 tahun penandatanganan protokol perjanjian SEANWFZ, tidak ada negara bersenjata nuklir yang menandatanganinya.

Dalam forum tersebut, Retno mengatakan bahwa bagi Indonesia, maju adalah satu-satunya pilihan. Ancaman sudah dekat, jadi tidak lagi bisa menunggu. Menurutnya, akan ada bahaya besar jika negara di kawasan Asia Tenggara ada yang memiliki senjata nuklir. Karena sedikit salah paham akan memicu bencana global, bahkan kiamat. Oleh karena itu ASEAN harus menjadi front pemersatu dalam menghadapi negara bersenjata nuklir.

Situasi geopolitik dan global belakangan meningkatkan risiko penggunaan senjata nuklir secara drastis. Bahkan ancaman proliferasi senjata nuklir itu, terlihat di kawasan Asia Tenggara. Menteri yang pernah mendalami studi tentang hak asasi manusia di Universitas Oslo ini menuturkan bahwa kawasan Asean tidak bisa benar-benar aman dari senjata nuklir.

Retno juga mengajak kepada para Menlu ASEAN dalam forum tersebut untuk bertindak lebih tegas dan mencari langkah terbaik demi mencegah terjadinya bencana nuklir yang mengancam.

Tentu saja  pembiaran hal-hal kecil yang mengaburkan gambaran yang lebih besar tidak bisa dibiarkan. Retno juga menegaskan bahwa Indonesia bertekad untuk terus maju mendorong kawasan Asia Tenggara bebas nuklir.

ASEAN harus perhatikan Isu HAM, apalagi isu tersebut menjadi masalah yang cukup penting di Asia Tenggara. Sehingga Perhimpunan bangsa-bangsa yang ada di Asia Tenggara tidak boleh mengabaikan isu ini di kawasannya masing-masing.

Sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Indonesia juga mengaingatan, perbedaan di antara anggota ASEAN sudah seharusnya tidak menjadi alasan untuk meninggalkan masalah HAM. Pasalnya, isu tersebut menjadi salah satu yang mendesak di Asia Tenggara.

Dalam pertemuan tersebut, para Menlu dari ASEAN menegaskan political will untuk mendorong asesi Protokol Traktat SEANWFZ oleh negara pemilik senjata nuklir. Pertamuan tersebut juga membahas implementasi review rencana aksi Protokol Traktat SEANWFZ. Selain itu, para menlu juga sepakat untuk menugaskan working gorup untuk membahas isu ini lebih lanjut. Pertemuan juga berhasil mengadopsi concept note on the Possible Joint Initiatives of OPANAL and ASEAN in 2023.

Perlu diketahui pula bahwa sebenarnya ada banyak tipe dan ukuran senjata nuklir, akan tetapi dalam versi modern berfungsi melalui memicu reaksi fisi. Reaksi fisi ini terkadang disebut pula sebagai bom atom, yang jenisnya serupa dengan bom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki dengan kekuatan antara 15 dan 20 kiloton TNT. Sementara, banyak senjata modern yang lebih berbahaya daripada bom Hiroshima dan Nagasaki.

Selain itu, Senjata nuklir juga mampu memuntahkan bahan radioaktif hingga ke lapisan stratosfer yang mana bagiant ersebut merupakan bagian tengah atmosfer, sehingga memungkinkan dampak secara global. Tingkat radioaktif tentu saja bergantung pada apakah bom nuklir diledakkan dalam sebuah ledakan di udara ataukah di atas tanah. Jika diledakkan di udara, tentu saja dampak secara global akan lebih buruk tetapi efek langsung di titik nol lebih bisa diredam.

Apalagi risiko radioaktif justru paling parah adalah 48 jam pasca ledakan. Sehingga orang yang masih hiduppun akan terkena dampaknya, salah satunya adalah risiko terkena kanker selama sisa hidupnya.

Upaya dan sikap tegas dari Indonesia menunjukkan bahwa keketuaan Indonesia sebagai Ketua ASEAN memiliki kepedulian terhadap keselamatan negara-negara Asean terhadap ancaman nuklir. Penolakan terhadap senjata nuklir tidak hanya menyelamatkan manusia tetapi juga mencegah terjadinya bencana lingkungan akibat dari penyalahgunaan nuklir.

)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara