Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Khawatir Jatuh Korban Sipil, Pemerintah Utamakan Negosiasi Hadapi KST Papua

Oleh : Hendrik Pattipawae )*

Untuk menghadapi Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua, pemerintah lebih mengutamakan negosiasi. Alasan utamanya adalah menghindari jatuhnya korban sipil termasuk warga Papua.

KST wajib dihukum berat karena mereka mengganggu ketertiban masyarakat. Selain itu, KST juga menghambat pembangunan, karena beberapa kali mengganggu proyek jalan Trans Papua. KST wajib diberantas karena masyarakat Papua sangat terganggu oleh ulah mereka dan jangan sampai ada korban jiwa dari kalangan warga sipil.

KST pimpinan Egianus Kogoya masih menyandera pilot Susi Air, Phillips Marthen. Sampai saat ini Philips belum juga dibebaskan. Pemerintah pun menyiapkan uang tebusan sebesar Rp. 5 Miliar yang diminta kelompok tersebut. Namun demikian, KST tetap berambisi untuk memerdekakan Papua.

Walau pilot Susi Air belum dibebaskan tetapi pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah dan aparat keamanan mengutamakan negosiasi dalam menghadapi ulah KST. Kapolda Papua Inspektur Jenderal Mathius D. Fakhiri menyebutkan bahwa uang Rp. 5 M tersebut disiapkan sebagai win-win solution.

Dia mengatakan permintaan itu akan dipenuhi asal tak berkaitan dengan kemerdekaan Papua. Kemudian, untuk uang yang juga diminta akan disiapkan dan diserahkan kepada Egianus Kogoya asal Capt. Phillips dibebaskan dan diserahkan ke aparat keamanan.

Jika mereka masih meminta uang atau barang maka masih bisa diberikan, asal sandera segera dibebaskan. Namun kemerdekaan Papua tidak akan pernah terjadi karena secara hukum internasional dan nasional, Papua adalah bagian dari Indonesia. Lagipula KST salah sasaran karena sang pilot adalah warga negara asing, bukan WNI.

Selain skenario pemberian uang tebusan, pemerintah mengutamakan jalur negosiasi untuk menghindari korban dari kalangan sipil. Meski bisa melakukan strategi bumi hangus tetapi aparat keamanan tidak melakukannya karena takut akan menyebabkan kerugian dari pihak warga Papua.

Akan tetapi pemerintah tidak tinggal diam dan melakukan cara damai serta negosiasi dalam rangka menghadapi KST. Pemerintah memikirkan keselamatan rakyat Papua dan tidak ingin mereka jadi korban penembakan KST ketika ada baku tembak dengan aparat keamanan. Oleh karena itu jalur negosiasi dipilih, caranya dengan dialog antara tokoh adat dengan pimpinan KST. Biasanya KST lebih menghormati ondoafi atau ketua adat dan mengikuti nasehatnya, sehingga Capt. Phillips segera dibebaskan.

Pengamat politik Stanislaus Riyanta menyatakan bahwa konflik bisa diselesaikan melalui dialog yang intensif untuk mengatasi 2 pihak yang berseteru. Ketika ada konflik yang diselesaikan maka ada titik tengah yang membuat kedua belah pihak jadi berdamai. Di sinilah peran pemerintah daerah, TNI, Polri, dan ketua adat diperlukan, agar semuanya berkolaborasi untuk mewujudkan perdamaian di Papua.

Untuk meningkatkan perdamaian di Papua maka pemerintah melakukan berbagai pendekatan. Pertama, pemerintah mencanangkan pendekatan kesejahteraan. Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin menyatakan bahwa pendekatan kesejahteraan akan membawa Papua jadi lebih aman. Program kerja kesejahteraan bisa segera diselesaikan, dan langkah konkritnya adalah Rancangan Induk Pembangunan Percepatan

Selama ini kelompok pemberontak mengeluh bahwa di Bumi Cendrawasih kondisinya kurang diperhatikan oleh pemerintah. Memang ini adalah efek dari sentralisasi yang dijalankan dulu oleh Orde Baru. Namun sejak ada desentralisasi dan era reformasi, pemerintah berusaha keras membangun Papua.

Niat pemerintah untuk mensejahterakan Papua adalah dengan memulai otonomi khusus (otsus) tahun 2001. Otsus kembali diperpanjang tahun 2021 karena terbukti sangat berguna bagi masyarakat Papua. Mereka jadi lebih sejahtera karena memiliki berbagai fasilitas dan infrastruktur, seperti Jalan Trans Papua, Jembatan Youtefa, Bandara Internasional Sentani, dll.

Pemerintah memang berniat mensejahterakan rakyat Papua dengan memperbaiki infrastruktur, bukannya dengan memberi bantuan sosial (bansos). Penyebabnya karena uang bisa habis, sedangkan dengan infrastruktur efeknya akan terasa sampai puluhan tahun ke depan. Jika mobilitas rakyat lancar maka pekerjaan dan bisnis mereka juga jadi lancar.

Ketika mobilitas rakyat lancar maka Papua akan lebih damai karena meminimalisir gangguan KST. Penyebabnya karena jika ada serangan KST, maka aparat bisa meluncur dengan cepat di atas jalan yang mulus. Kekacauan akan cepat diatasi dan akhirnya masyarakat tidak menjadi korbannya.

Jalur damai dan negosiasi dilakukan untuk memberantas KST sekaligus membebaskan pilot Susi Air dan tujuan utamanya adalah demi keselamatan rakyat Papua. Keselamatan mereka dinomorsatukan, oleh karena itu aparat keamanan sangat hati-hati dalam bertindak. Dengan negosiasi maka diharap Capt. Phillips segera dibebaskan dan KST bisa dibubarkan dengan segera.

)* Penulis adalah Mahasiswa Papua Tinggal di Bali