Mengapresiasi Kelanjutan Proses Hukum Anggota KST Papua
Oleh : Patricia Oktavia Sikoway )*
Anggota Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua pimpinan Egianus Kogoya tertangkap dan mereka ketahuan memasok senpi (senjata api). Proses hukum terhadap mereka terus berlanjut. Anggota KST bisa terkena Pasal mengenai senjata api illegal sekaligus terkena kasus penghianatan negara. Ketegasan terhadap anggota KST wajib dilakukan sebagai efek jera, sehingga Egianus Kogoya cs tidak berani menyerang masyarakat Papua lagi.
Selama ini warga Papua terbebani oleh keberadaan KST yang terus-menerus mengganggu keamanan mereka. KST beralasan ingin memerdekakan diri, padahal masyarakat asli Papua sendiri sangat nasionalis dan tidak mau ikut membelot. Akan tetapi KST selalu membuat ulah dan mereka menggunakan senjata api (senpi) sebagai alat untuk menyerang warga sipil maupun aparat keamanan.
Pada tanggal 5 April 2023 aparat keamanan berhasil menangkap YL dan MM yang merupakan anggota KST pimpinan Egianus Kogoya. Mereka ditangkap di Camp Simal, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua. Dari hasil penangkapan, didapatkan barang bukti, di antaranya 3 pucuk senjata api, 1 pucuk senapan angin, 360 amunisi caliber millimeter, dan 1 buah granat.
Kasus kepemilikan senjata api pada 2 orang anak buah Egianus Kogoya pun berlanjut. Kepala Satuan Tugas (Satgas) Damai Cartenz Kombes Faizal Ramadhani menyatakan bahwa pada tanggal 4 Agustus 2023 YL dan MM diserahkan ke Kejaksaan Negeri Wamena. Ketika prosesi penyerahan tersangka, Satgas Damai Cartenz menyerahkan barang bukti berupa senjata api, pistol, senjata pelontar, granat, dll.
YL dan MM ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kepemilikan senjata api illegal. Mereka adalah anak buah Egianus Kogoya yang tugasnya mencari logistik, tak hanya bahan-bahan makanan tetapi juga senjata api illegal. Saat ini mereka sudah ad di dalam lembaga pemasyarakatan kelas IIB.
Proses hukum terhadap YL dan MM wajib dilanjutkan agar tercipta keadilan di Papua, dan seluruh Indonesia. Meski MM berstatus sebagai (mantan) Kepala Distrik Kenyam tetapi bukan berarti dia kebal hukum. Justru MM harus mempertanggung jawabkan kesalahannya, dan sangat memalukan karena gagal memberikan contoh yang baik kepada warganya.
Proses hukum YL dilanjutkan karena bukan kali ini saja ia terkena kasus. Sebelumnya dia pernah terlibat dalam kasus pembakaran pesawat dan penculikan pilot Susi Air (Capt. Phillips M). YL bisa terkena pasal berlapis dan mendapatkan hukuman yang lebih berat.
Hukuman bagi para pemasok senjata api illegal ke KST sangat berat. Menurut UU Darurat tahun 1951, Pasal 1 ayat 1, hukumannya adalah penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Sementara Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan bahwa orang-orang yang ketahuan menyelundupkan, memberikan/membelikan senjata illegal ke para pemberontak hukuman terberatnya adalah hukuman mati. Hal ini adalah hukuman paling berat, dan diharap memberikan efek jera.
Pemberian hukuman mati bukan berarti melanggar hak asasi manusia (HAM). Hakim pasti sudah mempertimbangkan mengapa dia memberikan hukuman tersebut. Kenyataannya, KST sudah melakukan pelanggaran HAM dengan menyerang warga Papua, menculik pilot, dan membahayakan nyawa banyak orang. Oleh karena itu anggota KST bisa saja mendapatkan hukuman yang paling berat.
Saat MM dihukum maka diharapkan menjadi efek jera sehingga warga di Distrik Kenyam tidak meniru kesalahannya, dan mereka paham bahwa mendukung KST adalah tindakan yang salah karena sama saja jadi penghianat negara.
Sementara ketika MM ditangkap dan dipenjara maka menjadi peringatan bagi kepala distrik atau pejabat lain di Papua. Jangan sekali-kali membantu KST dalam hal apapun, apalagi memberi dukungan finansial atau menyelundupkan senjata. Jika nekat maka mereka akan tertangkap dan mendapatkan hukuman berat.
Masyarakat Papua sangat dirugikan dengan keberadaan KST. Oleh karena itu mereka mendukung penuh tindakan tegas terhadap KST agar Papua tetap aman tanpa ada penyerangan. Jangan sampai warga Papua ketakutan gara-gara ulah KST, yang nekat menembak rakyat sipil maupun aparat.
Ketika ada operasi penangkapan anggota KST, maka masyarakat mendukung 100%. Mereka tak mempermasalahkannya, karena walau KST sama-sama orang Papua, tetapi kelakuannya sudah merugikan warga sipil di Bumi Cendrawasih. Mereka juga merusak fasilitas umum dan membuat masyarakat ketakutan dan muncul perasaan tidak nyaman saat beraktivitas di luar rumah.
Masyarakat juga mendukung ketika aparat melakukan tindakan tegas terukur pada anggota KST. Pasalnya, mereka sudah masuk dalam daftar pencarian orang sehingga wajar ketika ada muntahan pelor yang diluncurkan. Bukan hanya untuk melumpuhkan kaki tetapi juga bagian lain.
Proses hukum terharap 2 anggota KST pimpinan Egianus Kogoya terus berlanjut. Mereka sudah terbukti sebagai pemasok senjata api illegal dan meresahkan masyarakat. Saat ada penangkapan dan pemenjaraan anggota KST maka masyarakat Papua berterima kasih atas kerja keras aparat keamanan.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua Tinggal di Yogyakarta