Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mewaspai Provokasi Jelang Pemilu 2024

Oleh : Eva Kalyna Audrey )*

Jelang Pemilu 2024 masyarakat diminta untuk meningkatkan kewaspadaan karena ada provokasi agar mereka menolak program 5 tahunan ini. Jangan sampai mereka percaya akan hoaks, propaganda, dan provokasi yang berpotensi menggagalkan Pemilu 2024. Pemilu adalah agenda wajib dan tidak dapat diganggu-gugat, dan menghasut rakyat Indonesia untuk menolaknya adalah sebuah kejahatan.

Pemilu (pemilihan umum) akan diselenggarakan bulan Februari 2924, dan wajib disiapkan dari sekarang agar nantinya berjalan dengan baik. Seluruh elemen masyarakat bersinergi untuk menciptakan pemilu damai dan mendukung pemerintah, KPU, dan segenap pihak lain. Perdamaian harus dijaga agar pemilu berlangsung dengan lancar tanpa ada kerusuhan.

Salah satu cara untuk melancarkan Pemilu adalah menghimbau masyarakat untuk selalu waspada akan hal-hal yang bisa berpotensi menggagalkannya, termasuk provokasi. Di daerah Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah, ditemukan spanduk berisi provokasi untuk menolak Pemilu.

Spanduk berisi ajakan untuk menolak Pemilu dan mengajak untuk people power tersebut langsung diturunkan dan penemuannya dilaporkan ke Bawaslu (Bawaslu). Masih diselidiki oleh aparat keamanan siapa yang membuat dan memasang spanduk provokatif tersebut.

Camat Colomadu, Sriyono, menyampaikan bahwa spanduk itu ternyata bukan muncul begitu saja. Melainkan memang sengaja dipasang oleh orang tidak dikenal di ruas titik strategis yang dilalui oleh masyarakat.

Dengan adanya fenomena yang menggemparkan dan sangat berpotensi untuk mempengaruhi masyarakat tersebut, apalagi jika sampai membuat masyarakat benar-benar menolak pelaksanaan Pemilu. Hal itu akan sangat berdampak bagi banyak sekali pihak di Indonesia. Padahal Pemilu sudah diatur dalam Undang-Undang.

Ketika Pemilihan Umum tidak dilaksanakan tepat waktu, tentunya semua akan terganggu dan terguncang. Akibatnya akan ada kekosongan kepemimpinan sementara yang justru sangat rawan menjadikan bangsa ini dalam titik rawan. Termasuk juga, apabila misalnya periode kepemimpinan sekarang terus dilanjutkan dengan tanpa adanya sirkulasi pergantian kepemimpinan. Hal itu juga sama saja, akan menimbulkan potensi konflik yang luar biasa.

Bagaimana bisa program yang sakral seperti Pemilu ditolak mentah-mentah? Sungguh aneh ketika masa kampanye belum dimulai tetapi ada pihak yang melakukan gerakan tolak Pemilu, dan modusnya amat dicurigai.

Masyarakat harus mewaspadai provokasi untuk menolak Pemilu karena memiliki banyak dampak negatif. Pertama, dari segi finansial, penolakan dan pemunduran jadwal Pemilu akan membuat dana yang sudah dikeluarkan akan jadi sia-sia. Ketika Pemilu batal maka ratusan juta lembar kertas suara akan terbuang karena program ini tidak jadi diadakan. Saat hal buruk ini terjadi, siapa yang akan menanggung kerugiannya?

Kedua, provokasi penolakan Pemilu akan membuat jadwalnya jadi berantakan. Pemerintah dan KPU sudah membuat jadwal Pemilu mulai dari masa kampanye, masa pemilihan, masa tenang, hingga pengumuman presiden. Namun saat ada boikot dan penolakan Pemilu dikhawatirkan akan merusak jadwal, dan lagi-lagi berefek pada keuangan. Penyebabnya karena pergeseran jadwal akan membuat budget penyelenggaraan Pemilu makin membengkak.

Sementara itu, tokoh pemuda Bangka Belitung Leno Seftian mengajak semua pihak, terutama pemuda dan generasi muda Babel, untuk ikut serta dalam memilih calon pemimpin yang memiliki dedikasi, kompetensi, dan kualitas kepemimpinan yang tinggi. Ia juga menolak provokasi anti Pemilu yang baru saja beredar di Jawa Tengah.

Dalam artian, provokasi tolak Pemilu memang ada di Jawa Tengah. Namun tokoh di Bangka Belitung juga menolaknya, karena bisa jadi ada gerakan serupa di daerahnya. Jangan sampai ada provokasi di provinsi-provinsi lain dan mempengaruhi masyarakat untuk melakukan golput (golongan putih) karena akan merugikan mereka sendiri.

Pemilu adalah salah satu program untuk menjaga demokrasi, karena membuat rakyat bisa mengatur negara melalui wakilnya (anggota legislatif). Dengan Pemilu maka masyarakat bisa memilih presiden dan wakilnya sendiri, dan Indonesia akan menjadi negara yang benar-benar demokratis.

Akan tetapi jika ada provokasi untuk menolak Pemilu, maka demokrasi Indonesia bisa terguncang. Saat Pemilu ditiadakan atau ditunda maka tidak ada anggota MPR, padahal keberadaan mereka sangat penting, karena menjadi wakil rakyat dan sekaligus menjaga demokrasi. Oleh karena itu masyarakat dihimbau untuk terus mewaspadai provokasi untuk menolak Pemilu.

Apalagi di spanduk provokasi juga tertera ajakan untuk people power alias gerakan untuk menurunkan presiden. Bagaimana bisa ada oknum yang ingin menggerakkan rakyat, padahal seluruh WNI sangat mencintai Presiden Jokowi? Janganlah ia mengatasnamakan rakyat Indonesia, karena kenyataannya masyarakat tidak ingin agar beliau diganti hingga akhir masa jabatannya (tahun 2024).

Masyarakat dihimbau untuk mewaspadai spanduk dan propaganda untuk menolak Pemilu dan mengajak untuk melakukan people power. Jangan hiraukan hasutan dari oknum karena menolak Pemilu sama saja melanggar Undang-Undang. Jika Pemilu dibatalkan atau ditunda maka ada kerugian besar, terutama dari segi finansial. Pemerintah, KPU, dan Bawaslu berusaha menyelenggarakan Pemilu sebaik-baiknya, dan masyarakat wajib untuk mendukungnya.

)* Penulis adalah kontributor Lembaga Lintas Nusamedia