Tangkal Hoaks Pemilu 2024, Masyarakat Wajib Periksa Kebenaran Informasi
Oleh : Dina Kahyang Putri )*
Masyarakat wajib memeriksa kebenaran informasi apapun yang beredar, baik di media sosial maupun informasi secara langsung guna untuk menangkal hoaks Pemilu di tahun 2024 mendatang. Khususnya berita-berita hoaks yang banyak beredar di internet saat ini, seluruh masyarakat alangkah baiknya memang harus mewaspadai dan berhati-hati.
Berita-berita hoaks banyak berkembang di tengah masyarakat Indonesia menjelang pemilu 2024 mendatang, terlebih lagi di media sosial. Bagaimana tidak, media sosial menjadi sasaran empuk untuk menyebarkan berbagai informasi yang entah itu salah ataupun benar. Kebenaran atau tidaknya informasi tersebut memang terkadang kurang diperhatikan oleh masyarakat, sehingga mereka mudah untuk tergerus informasi palsu.
Menelan mentah-mentah informasi yang beredar tanpa mengecek terlebih dahulu memberikan dampak yang sangat luar biasa. Parahnya lagi hal tersebut bisa mengakibatkan perpecahan antar masyarakat satu dengan yang lainnya. Terlebih lagi memang saat-saat seperti ini suasana kontestasi pemilu 2024 semakin memanas. Kita wajib untuk mewaspadai hal tersebut agar tidak terjadi. Untuk mencegahnya, memang hal tersebut dimulai dari diri kita sendiri.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) turun langsung untuk menangkal konten-konten yang berpotensi mengandung hoaks atau berita palsu di tengah-tengah situasi menjelang tahun politik 2024 mendatang. Hal tersebut berfungsi sebagai antisipasi hoaks dan memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tidak menelan mentah-mentah berita atau informasi yang beredar. Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan bahwa Kominfo saat ini memiliki program layanan aduan.
Bahkan, sejak tahun 2018 lalu hingga Februari 2023 lalu, Kemkominfo sudah memblokir sebanyak 11.140 hoaks yang ada di ruang digital dengan tentang isu politik yang mencapai 8,37 persen banyaknya dari total keseluruhan. Upaya pencegahan yang dilakukan Kominfo ini supaya tidak terulang kembali dan dapat dihentikan.
Adapun beberapa ciri-ciri berita palsu yang beredar di masyarakat yang wajib diketahui yakni salah satunya, mencantumkan sumber yang tidak jelas atau menggunakan sumber-sumber anonim untuk menyembunyikan suatu kebenaran. Kemudian, adanya ketidakrelevanan atau ketidakkonsistenan dengan fakta yang sudah dikonfirmasi. Ciri-ciri lainnya yang membuat ketara yakni tidak adanya sumber resmi yang dapat diverifikasi kebenarannya. Lalu, berikutnya judul menggunakan kata atau bahasa yang sensasional untuk mencuri perhatian masyarakat, tentu saja hal ini bermaksud agar dibaca masyarakat yang tidak tahu-menahu.
Menjelang tahun kontesasi politik 2024 mendatang memang ancaman berita-berita hoaks tersebar dimana-mana, akan tetapi berita hoaks bisa dicegah, Kominfo telah mengajak semua masyarakat untuk melakukan verifikasi informasi sebelum membagikannya ke media sosial. Memang kita semua tidak dapat mengontrol seseorang untuk terus mengontrol apa yang disebarkan, namun salah satu cara yang paling ampuh adalah melalui diri kita sendiri untuk terus sadar akan informasi yang datang. Artinya bahwa, kita wajib membentengi diri dengan literasi yang baik agar tidak mencerna berita hoaks yang bertebaran.
Dirjen Semuel mengatakan bahwa ada strategi khusus untuk mengendalikan berita hoaks selain membuka layanan aduan yakni dengan menerapkan strategi pentahelix yang berfokus pada tiga level. Pertama yaitu level upstream atau hulu yang berfokus pada literasi digital, kemudian level middle stream (tengah) yang berfokus pada kolaborasi platform dan intervensi teknologi, dan yang terakhir yakni level downstream atau hilir pada penegakan hukum. Untuk mewujudkan keberhasilan tersebut, Kominfo meminta berbagai pihak untuk turut serta dan berkolaborasi bersama. Pemerintah harus memastikan regulasi digital yang aman untuk masyarakat dengan tetap memperhatikan hak asasi dan kebebasan berkreasi.
Sementara itu, bukan hanya dari pihak Kominfo saja yang berusaha untuk menangkal berita hoaks menjelang Pemilu 2024, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga mengkhawatirkan hal yang sama. Untuk itu, KPI juga turut serta dalam penyempitan peredaran berita hokas dan negatif melalui penguatan program literasi yang berkelanjutan untuk masyarakat. Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid mengatakan bahwa pentingnya literasi untuk menghidupkan alarm sensor pribadi atau self of sensorship. Masyarakat juga harus bisa memilih bacaan yang bermutu.
Pihak anggota KPI Pusat, Mohamad Reza mengatakan bahwa pihak KPI tidak mengawasi media di luar media penyiaran atau platform online. Mereka masih bergerak untuk mengurusi konten atau program-program yang ada di TV dan Radio. Bahkan, mereka telah melakukan riset terhadap penonton TV dan radio. Untuk itu, KPI juga akan memastikan perbaikan kualitas pada dua kategori program siaran.
Di sisi lain, Walikota Bogor Arya Sugiarto menyebut bahwa memproduksi konten-konten yang positif bisa menangkal hoaks yang beredar. Generasi muda memiliki peran penting dalam hal ini karena mereka juga harus menjadi penggagas isu, menyebarkan isu, dan membuat pemilu kreatif. Sehingga untuk menangkal berita hoaks ini memang diperlukan kolaborasi seluruh lapisan masyarakat.
Dengan demikian, untuk menangkal-menangkal berbagai berita hoaks yang beredar di masyarakat luas sebaiknya masyarakat terus mengupayakan dan memperbanyak literasi digital, mengedukkasi diri sendiri mengenai proses pemilu dan memahami ciri-ciri berita hoaks atau bahkan melaporkannya kepada pihak berwenang.
) *Penulis adalah kontributor Persada Institute