Waspadai Radikalisme dan Intoleransi Jelang Pemilu 2024
Oleh : Arzan Malik Narendra )*
Jelang Pemilu 2024 sangat rawan akan gangguan terorisme dan radikalisme. Masyarakat diminta untuk waspada gerakan radikalisme karena akan mengancam Pemilu dan berpotensi menggagalkannya.
Pemilu adalah gelaran akbar yang diselenggarakan 5 tahun sekali dan masyarakat menantinya dengan antusias, karena ingin mendapatkan calon pemimpin baru. Sejak era reformasi para WNI dibebaskan untuk memilih calon presidennya sendiri. Pemilu 2024 sangat mendebarkan karena masyarakat memilih para calon presiden (Capres) dan wakil presiden (wapres) yang baru, karena masa jabatan Presiden Jokowi sudah 2 periode.
Namun jelang Pemilu terdapat potensi gangguan dari gerakan radikal dan teroris. Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin menyatakan bahwa berbagai upaya pencegahan aksi terorisme telah dilakukan dan hasilnya positif. Jumlah serangan (terorisme) terus turun sejak tahun 2019. Menurut Global Terrorism Index (GTI), Indonesia masuk ke dalam urutan ke-24 di daftar negara paling terdampak terorisme, atau termasuk kategori sedang.
Namun menurunnya serangan dari kelompok radikal jangan sampai membuat masyarakat lengah. Kewaspadaan harus tetap dijaga. Jangan sampai merasa aman lalu ada serangan dari kelompok teroris seperti pengeboman dan penyerangan dengan senjata tajam.
Masyarakat diminta untuk lebih waspada akan kelompok teroris karena mereka pintar sekali membaur di kalangan rakyat biasa. Jika ada yang mencurigakan maka laporkan saja ke aparat keamanan. Nantinya akan diselidiki apakah orang itu betul-betul anggota kelompok teroris, yang ingin menggagalkan Pemilu 2024.
Bagi kelompok teroris dan radikal, pemerintah adalah musuh. Mereka menggunakan segala cara termasuk dengan jalan kekerasan. Oleh karena itu jangan sampai Pemilu gagal karena ada aksi pengeboman maupun praktik-praktik intoleran lainnya.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyiapkan sejumlah langkah mencegah ancaman terorisme menjelang Pemilu 2024. Lembaga ini menggandeng KPU (Komisi Pemilihan Umum) hingga para peserta pemilu mencegah penyebaran paham intoleran dan terorisme.
Menteri Dalam Negeri Jenderal Polisi (Purn) H. Muhammad Tito Karnavian, berharap seluruh elemen bangsa terutama lembaga negara dalam hal ini BNPT RI dapat mengisi ruang publik dengan narasi-narasi 4 Konsensus Kebangsaan (Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945).
Menteri Tito melanjutkan, BNPT, BPIP, TNI dan Polri serta semua pihak-pihak untuk memperkuat narasi-narasi moderat, landasan negara dan semangat unity in diversity (persatuan dalam perbedaan), narasi ini harus kuat dibanding narasi pemecah-belah bangsa.
Dalam artian, pemilu adalah momen yang sangat penting bagi Indonesia untuk memilih presiden dan anggota legislatif yang baru. Jangan sampai pemilu dikacaukan oleh ulah kelompok radikal dan teroris. Mereka sengaja memecah-belah bangsa agar terjadi kekacauan di masyarakat yang berpotensi menggagalkan Pemilu.
BNPT tentu sudah mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi sebelum dan ketika pemilu. Oleh karena itu pengamanan makin diperketat, baik saat calon presiden atau calon anggota legislatif berkampanye, maupun ketika pencoblosan dimulai. Tak hanya hansip dan satpam yang dikerahkan tetapi juga aparat keamanan untuk memastikan bahwa masyarakat benar-benar bebas dari ancaman serangan teroris.
Sementara itu, masyarakat juga diminta untuk mewaspadai hoaks dan propaganda di media sosial, yang dibuat oleh kelompok radikal. Mereka sengaja melakukannya dan menyebarkan narasi kebencian terhadap program-program pemerintah (termasuk Pemilu). Tujuannya agar Pemilu 2024 gagal total.
Jika ada propaganda dari kelompok radikal maka jangan dihiraukan. Mereka sengaja membuatnya dengan tujuan agar masyarakat bersikap skeptis terhadap Pemilu, dan menganggap siapapun calon presidennya maka sama jeleknya. Padahal sikap ini berbahaya karena bisa menaikkan jumlah WNI yang melakukan golput (golongan putih) dan menggagalkan Pemilu.
Oleh karena itu masyarakat diminta untuk tidak terpancing dan bersikap bijak ketika menggunakan media sosial. Kelompok teroris sengaja membuat hoaks dan propaganda agar rakyat Indonesia terpecah-belah, sesuai dengan keinginan mereka.
Untuk mencegah hoaks jelang Pemilu 2024 maka Polri bersama KPU, Bawaslu, KPI, PWI dan Dewan Pers menggelar rapat koordinasi terkait dengan dinamika jelang Pemilihan Umum (Pemilu) serentak yang digelar pada tahun 2024 mendatang.
Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda menyatakan bahwa kolaborasi dengan seluruh stakeholder termasuk dengan perusahaan teknologi seperti Facebook, Tiktok, Twitter, dan Google sangat diperlukan. Selain itu Polri juga perlu lebih masif melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan Pemilu dengan cara sosialisasi perihal bahayanya hoaks, ujaran kebencian dan berita bohong.
Herwyn JH Malonda melanjutkan, Polri juga bisa melakukan penegakan hukum seperti melakukan takedown terhadap konten yang mengandung tiga unsur tersebut. Bawaslu sendiri melakukan sosialisasi kepada pemilih terkait cerdas dalam menerika informasi pemilu, dari media elektronik maupun medsos, lalu membentuk gugus tugas pengawasan konten internet
Dalam artian, Bawaslu dan Polri menyadari bahaya hoaks yang bisa menghancurkan kepercayaan masyarakat dan skeptis pada pemilu. Oleh karena itu hoaks harus diberantas dan Polri meminta agar masyarakat menyadari bahaya hoaks dan bisa membedakan antara berita asli dan palsu.
Cara menangkal hoaks adalah dengan melaporkannya ke polisi siber. Saat ini Polri sudah memiliki satuan polisi siber yang pekerjaannya mengawasi kelompok teroris yang suka menyebar hoaks di internet. Jika ada akun media sosial yang suka menyebar hoaks, maka polisi siber akan senang sekali ketika ada netizen yang melaporkannya.
Masyarakat diminta untuk mewaspadai gerakan radikalisme jelang Pemilu 2024. Ketika masa kampanye maka sangat rawan akan penyebaran narasi kebencian dan hoaks di dunia maya, dan jangan dihiraukan karena bisa mengancam keberhasilan Pemilu. Rakyat Indonesia juga diminta untuk terus meningkatkan keamanan untuk mencegah serangan dari kelompok radikal dan teroris.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Siber Nusa