Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Video Hoaks Pidato Presiden Jokowi Bahasa Mandarin Timbulkan Multitafsir dan Menyesatkan



Jakarta-Beredar Video Hoaks Presiden Jokowi berpidato menggunakan Bahasa Mandarin. Video tersebut memicu perdebatan dan kekhawatiran akan potensi hoaks yang bisa mempengaruhi opini publik.


Pengamat sekaligus pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, memberikan pernyataan bahwa penemuan ini mengonfirmasi bahwa video tersebut adalah hasil manipulasi kecerdasan buatan.


“Video hoaks Presiden Jokowi berpidato bahasa Mandarin tersebut juga menimbulkan multi tafsir yang rawan menarasikan seolah Presiden Jokowi bagian dari kekuatan kepentingan ekonomi yang ada di China,” imbuhnya.


Untuk itu dirinya mengingatkan kembali agar masyarakat mewaspadai dan tidak mudah terpengaruh konten hoaks yang beredar di media sosial. Hal tersebut disampaikan usai beredarnya video pidato Presiden Joko Widodo berbahasa mandarin. 


Selain itu, Emrus meminta Kemenkominfo segera melakukan take down video hoaks tersebut.  “Kementerian Komunikasi dan Informasi harus secara masif menjelaskan video pidato Presiden Jokowi ke ruang publik, yang seolah-olah lisan dalam bahasa Mandarin. Padahal idealnya, bahasa asing yang disampaikan secara lisan juga harus disertai teks tertulis atau running text juga,” tegas Emrus.


“Masyarakat harus sangat awas serta meningkatkan pemahaman cek dan ricek terhadap informasi yang tidak jelas asal usulnya karena sangat membahayakan stabilitas nasional”, tutup Emrus


Sebelumnya, beredar di media sosial video hoaks yang menunjukkan Presiden Joko Widodo berpidato menggunakan Bahasa Mandarin. Dari hasil penelusuran, ditemukan bahwa video tersebut merupakan editan menggunakan Artificial Intelligence atas video pidato Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 pada acara Gala Dinner di Amerika Serikat. Kini video manipulasi tersebut telah menimbulkan banyak pertanyaan tentang etika penggunaan teknologi dalam konteks politik dan Pemilu.


Publik dari beberapa pengguna media sosial terus mendesak pihak berwenang untuk menindak tegas pelaku manipulasi dan penyebar video tersebut karena merasa hoaks dan informasi palsu dapat menjadi ancaman serius terhadap demokrasi dan stabilitas politik.