Mengantisipasi Ancaman Radikalisme Jelang Pemilu 2024
Oleh: Silvia. A. Pamungkas )*
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah resmi menetapkan jadwal dan tahapan Pemilu 2024. Berdasarkan jadwal yang telah disepakati, Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden jatuh pada Rabu 14 Februari 2024, sedangkan pemungutan suara Pilkada ditetapkan pada Rabu, 27 November 2024. Maka, menjelang pesta demokrasi tersebut tentunya berbagai tantangan mulai bermunculan. Salah satu tantangan utama yang mulai dirasakan pada tahun politik ini adalah isu radikalisme.
Radikalisme telah menjadi salah satu topik yang paling mendesak dalam dinamika politik dan keamanan global. Khususnya menjelang pemilu 2024 di Indonesia, isu radikalisme memunculkan kekhawatiran yang serius terkait dengan stabilitas, keamanan, dan integritas demokrasi negara. Sebagaimana diketahui bersama, kita tentunya perlu mengidentifikasi potensi ancaman dan menyusun strategi pencegahan yang tepat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat sipil untuk saling bersinergi dan berfokus pada ancaman nyata terhadap demokrasi serta keamanan negara.
Dalam situasi politik yang sensitif pada tahun politik ini, isu radikalisme sering kali bisa menjadi senjata politik. Pihak-pihak tertentu mungkin mencoba memanipulasi narasi radikalisme untuk mendapatkan dukungan atau meraih keuntungan politik. Ini dapat mengaburkan perbedaan antara kelompok-kelompok yang benar-benar radikal dan kelompok-kelompok yang tidak setuju dengan pemerintah atau memiliki pandangan alternatif. Politisasi isu radikalisme juga dapat menghambat upaya-upaya serius dalam mengatasi ancaman nyata dari kelompok-kelompok radikal.
Radikalisme sering kali tumbuh dalam konteks ketidaksetaraan dan ketidakadilan. Kurangnya akses pengetahuan dan pemahaman terhadap pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan layanan publik lainnya dapat menciptakan iklim yang subur bagi propaganda ekstremis. Kritik terhadap kebijakan pemerintah atau lembaga negara juga bisa disalahgunakan oleh kelompok-kelompok radikal untuk memperkuat narasi mereka. Oleh karena itu, hal ini perlu menjadi perhatian utama dalam upaya pencegahan radikalisme.
Radikalisme, terutama dalam bentuk ekstremisme agama atau ideologi, dapat mengancam prinsip keanekaragaman dan toleransi dalam masyarakat. Upaya untuk memaksakan pandangan tertentu atau menghilangkan pluralism dan dapat merusak harmoni sosial dan menimbulkan ketegangan antar agama atau antar kepercayaan. Kritik terhadap isu radikalisme perlu mengedepankan pentingnya menghormati perbedaan dan menjaga keragaman sebagai salah satu aset penting dalam demokrasi.
Sebagaimana yang telah diketahui bersama, penyebaran paham radikalisme marak muncul dimedia sosial. Dalam era digital, propaganda online dan ekstremisme digital telah menjadi saluran efektif bagi kelompok-kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi mereka dalam merekrut simpatisan. Konten-konten ekstrem di media sosial dapat dengan mudah menyebar dan mempengaruhi banyak orang, terutama generasi muda yang rentan terhadap pengaruh luar.
Pemerintah perlu berkolaborasi dengan masyarakat sipil, lembaga agama, pendidikan, dan sektor swasta untuk mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang mendorong radikalisme. Selain itu, program-program yang mendukung inklusivitas, pendidikan yang berbasis nilai-nilai toleransi, serta pemberdayaan ekonomi dan sosial perlu diperkuat sebagai upaya untuk mencegah radikalisme.
Isu radikalisme juga terkait dengan tindakan kriminal yang dapat mengancam keamanan dan stabilitas negara. Upaya untuk menegakkan hukum dan mengatasi sumber pendanaan bagi kelompok-kelompok radikal menjadi penting dalam menangani ancaman ini. Kritik terhadap isu radikalisme perlu menggarisbawahi perlunya kerjasama internasional dalam memerangi pendanaan teroris dan ekstremis, serta penegakan hukum yang tegas terhadap individu atau kelompok yang terlibat dalam aktivitas ilegal.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Sidarto Danusubroto mengingatkan bahaya intoleransi, radikalisme, dan terorisme menjelang Pemilu 2024 yang dapat memicu perpecahan bangsa. Setelah ancaman pandemi COVID-19 selesai, ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme juga sangat berbahaya. SIdarto mengatakan sudah banyak temuan yang menunjukkan beberapa lembaga dan masyarakat yang terpapar ancaman ini. Sidarto juga mengatakan intoleransi, radikalisme, dan terorisme relatif mampu menginfiltrasi aparatur sipil negara (ASN) di berbagai institusi. Bahkan, ia menyebut, radikalisme ditengarai telah merasuki oknum TNI-Polri.
Disamping itu, Kasudit IV Ditintelkam Polda Jateng, AKBP Muh Imron, mengungkapkan telah menyelenggarakan seminar kebangsaan mengenai paham radikalisme. Seminar itu termasuk satu program Polri yang berkolaborasi dengan Ponpes di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Imron berharap melalui kegiatan tesebut bisa menambah wawasan para santri tentang pemahaman serta bahaya perkembangan radikalisme dan intoleransi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemahaman radikalisme bisa ditanamkan ke siapa saja, tidak mengenal laki-laki maupun perempuan dan tidak ada batas umurnya. Dahulu, paham radikalisme ditanamkan melalui kajian-kajian, namun saat ini dapat disebarkan melalui media sosial
Menurut Imron, penanaman paham radikalisme masih terus dilakukan kelompok tertentu, baik melalui media sosial dengan algoritma yang memudahkan penjaringan anggota. Apalagi, saat ini masih banyak akun-akun yang aktif bergerak di jalan radikal.
Oleh karena itu, seluruh pihak terutama pemuda, wajib peduli lingkungan sekitar dan tidak apatis dalam mencari tau informasi politik. Selain itu, dapat memastikan kebenaran informasi yang didapat, untuk kemudian melakukan verifikasi pada pihak terkait yang memiliki wewenang apabila mendapat informasi yang tidak sesuai.
)* Penulis adalah tim redaksi Saptalika Jr. Media