Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nusa Dua Communique Hasilkan Komitmen Parlemen Dunia Atasi Krisis Air

Bali – Buah capaian dari pertemuan seluruh parlemen seluruh di dunia di forum internasional besar yakni World Water Forum (WWF) ke-10 membentuk kesepakatan untuk membangun harmoni agar selaras dalam menurunkan krisis air.

Ketua DPR RI Puan Maharani mengungkapkan bahwa upaya mengatasi krisis air menjadi bagian dari percepatan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati dalam Nusa Dua Communique pada Parliamentary Meeting on The Occasion of The 10th World Water Forum ke-10.

“Komitmen parlemen dunia untuk mengatasi krisis air secara bersama-sama,” kata Puan di acara Parliamentary Meeting on The Occasion of The 10th WWF di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali.

Secara umum, Nusa Dua Communique, membahas empat isu global terkait permasalahan air yakni akses kepada air dan sanitasi sebagai penentu SDGs (Sustainable Development Goals) atau Target Pembangunan Berkelanjutan, praktik inovatif untuk manajemen air yang inklusif, air sebagai inti dari aksi iklim, serta diplomasi air dan kerja sama untuk perdamaian.

Terkait komitmen menjadikan upaya mengatasi krisis air sebagai bagian dari percepatan pencapaian SDGs, parlemen global juga sepakat untuk memberikan perhatian lebih terkait isu dan agenda tentang permasalahan air di lembaga legislatif masing-masing negara.

“Kami sepakat memastikan air menjadi salah satu agenda utama parlemen dan dimasukkan ke dalam komite parlemen atau struktur lainnya,” tutur Puan.

Pertemuan yang dihadiri 231 partisipan dari 49 negara itu, dinilainya, telah memberikan ruang diskusi dan berbagi pengetahuan antara anggota parlemen dunia dengan pakar, organisasi internasional, dan organisasi masyarakat sipil dari berbagai negara.

Selain menegaskan komitmen untuk mengatasi krisis air, para delegasi turut sepakat untuk mendorong pengelolaan air yang mengedepankan pemenuhan hak asasi manusia. Lalu, memaksimalkan peran pengawasan parlemen dan partisipasi publik untuk menyelesaikan berbagai hambatan terhadap akses air.

Kemudian, peningkatan inklusivitas perumusan kebijakan tentang air, memastikan air menjadi bagian yang terintegrasi dengan strategi nasional adaptasi perubahan iklim, serta mendorong pembiayaan yang inovatif untuk tata kelola air.

Lebih lanjut, Nusa Dua Communique juga berisi tentang pentingnya air bagi kemajuan setiap negara karena potensi air sangat besar sebagai sumber energi, sumber ketahanan pangan, dan sumber transformasi menuju kemajuan ekonomi.

Oleh karenanya, disampaikan Puan, parlemen dunia sepakat memperbaiki akses terhadap air bersih merupakan cara terbaik untuk mengurangi ketimpangan, mengatasi masalah stunting dan kesehatan.

Senada, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Putu Supadma Rudana mengapresia pada akhirnya tercapai komitmen terkait air yang disepakati oleh seluruh parlemen yang ada.

"Pertama kan jelas untuk meng-evaluasi SDGs Nomor 6 tentang Air dan Sanitasi. Yang kedua bagaimana perspektif ini masa lalu ini harus dihadirkan. Contoh di Bali, karena saya orang Bali, ada Tri Hita Karana hubungan harmoni antara alam manusia dan Sang Pencipta. Yang kedua bagaimana di Bali, air yang disebut tirta selalu dimuliakan ada tempat sucinya, ada bagaimana kita melakukan penyucian dengan air juga, ada bagaimana air ini juga sangat dihormati, dihargai," kata Putu.

Putu menilai pengelolaan air yang benar dapat menurunkan potensi terjadi konflik. Menurutnya, sudah banyak negara yang mengalami konflik karena air contohnya di Sungai Nil. Sementara itu telah terjadi perselisihan selama 10 tahun antara Mesir dan Ethiopia mengenai pasokan air di Sungai Nil. Kedua pihak mencari solusi internasional, namun perundingan yang dipimpin oleh Departemen Luar Negeri AS–dan diikuti oleh Uni Eropa dan PBB–hanya menghasilkan sedikit kesepakatan setelah empat tahun.

"Tentu kita harus merawat menata air bagaimana kita juga jangan sampai air ini menimbulkan konflik. Karena banyak negara sudah mulai ada konflik terhadap air di Sungai Nil, jadi Afrika ini sudah menjadi konflik. Nah tentu karena belum menuju potensi itu tentu kita harus mengelola bersama. Kita cari komitmen bersama agar akses terhadap air ini khususnya air bersih bisa diterima oleh masyarakat. Jadi artinya bisa diterima langsung dan masyarakat mendapat kesejahteraan jangan ada beban biaya yang tinggi untuk akses terhadap air," ujar Putu.

Putu mengatakan bahwa forum tersebut sangat monumental, maka dari itu awal yang baik adalah menyukseskannya. Selain itu, forum tersebut juga menjadi komitmen bagaimana menggerakkan aksi parlemen untuk peduli terhadap air dan pada akhirnya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.

Dengan tema WWF kali ini, “Mobilizing Parliamentary Action on Water For Shared Prosperity”, Putu menjelaskan Parlemen di WWF mengeluarkan sebuah dokumen antara komitmen bersama maupun deklarasi.

Staf Khusus (Stafsus) Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Manajemen Sumber Daya Air itu juga mengatakan bahwa sektor swasta memiliki peran kritikal dalam peta jalan menuju kemakmuran bersama itu.

Industri pertambangan, perkebunan, dan manufaktur adalah pada urutan pemain utama dalam penggunaan sumber daya air untuk menopang aktivitas usaha mereka.

“Mereka juga memiliki potensi signifikan dalam mencemari badan air jika air yang mereka ambil dan manfaatkan atau dipakai kemudian menjadi air limbah yang tidak dikelola dan diolah,” imbuh Ali.


Menurutnya, keterlibatan aktif sektor swasta dalam World Water Forum ke-10 ini esensial untuk mengembangkan kerangka kerja kolaboratif yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungan berkelanjutan.

Menurut Ali, tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) merupakan platform berusaha di era Industri 4.0 yang sudah mulai banyak diadopsi oleh industri dari berbagai bidang telah menemukan medium terbaiknya pada World Water Forum ke-10.

“Kesuksesan forum ini tidak hanya diukur dari keberhasilan penyelenggaraan acara, tetapi juga dari komitmen yang tercipta, kerja sama yang dibangun, dan aksi nyata yang dihasilkan,” imbuhnya.

Sebanyak 244 sesi dalam forum tersebut diharapkan dapat memberikan hasil konkret mengenai pengarusutamaan pengelolaan air terpadu untuk pulau-pulau kecil atau Integrated Water Resources Management (IWRM) on Small Islands, pembentukan pusat keunggulan atau praktik terbaik untuk ketahanan air dan iklim atau Centre of Excellence on Water and Climate Resilience (COE), serta penetapan World Lake Day (WLD) atau Hari Danau Sedunia.

*